Pabrik Kelapa Sawit Milik Bos Timah Ditutup Kejagung, Petani Menjerit Sulit Jual TBS dan Penuhi Kebutuhan

- 3 Juni 2024, 20:17 WIB
Ratusan petani kelapa sawit dari Bangka Selatan dan Bangka Tengah melakukan aksi damai di depan Gedung Kejaksaan Tinggi Bangka  Belitung, menyampaikan empat tuntutan supaya bisa ditindaklanjuti ke Kejaksaan Agung.
Ratusan petani kelapa sawit dari Bangka Selatan dan Bangka Tengah melakukan aksi damai di depan Gedung Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, menyampaikan empat tuntutan supaya bisa ditindaklanjuti ke Kejaksaan Agung. /Dwi Haryoto/ MataBangka.com/

MataBangka.com - Ditutupnya dua perusahaan/ pabrik pengolahan kelapa sawit yakni PT Mutiara Hijau Lestari (MHL) dan Pabrik CV Mutiara Alam Lestari (MAL) milik bos timah Thamron alias Aon oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), berimbas besar bagi masyarakat di Bangka Belitung (Babel), terutama para petani kelapa sawit di wilayah Kabupaten Bangka Tengah (Bateng) dan Bangka Selatan (Basel).

Tidak hanya itu, jumlah pengangguran pun bertambah akibat 600 orang karyawan/ pekerja di dua perusahaan harus diberhentikan/ pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Kami petani kelapa sawit di wilayah Basel dan Bateng menjadi sulit menjual hasil panen tandan buah segar (TBS) selain itu harga TBS pun turun drastis," ungkap Koordinasi Perwakilan Petani Kelapa Sawit Bateng dan Basel, Alpa Robi Ruben, pada Senin, 3 Juni 2024.

Bukan tanpa sebab TBS yang mereka jual harus turun harga, hal ini dikarenakan TBS yang diangkut harus menunggu giliran masuk pabrik satu hingga dua hari.

"Kami bertahan selama satu bulan ini dengan menjual ke pabrik lain, tapi tidak mumpuni, dibatasi dan ada juga dikembalikan karena TBS sudah busuk menunggu giliran satu hingga dua hari," jelas Alpa.

"Harga kelapa sawit semakin turun, sehingga menjadi petani merasa kesulitan untuk perekenomian sehari - hari," paparnya.

Informasi sebelumnya bahwa kedua perusahaan ini pun belum mencairkan penjualan hasil panen masyarakat, dengan total diatas Rp 2 miliar, diakui Alpa memang benar.

"Khusus di Desa Nyelanding saja hampir Rp 2 miliar dari harga keseluruhan saat pengiriman terakhir, belum tau untuk desa lainnya. Tidak ada informasi dari perusahaan bagaimana solusinya," terang Alpa lagi.

Terkait untuk memenuhi kebutuhan petani selama satu bulan perusahaan ditutup, Alpa menambahkan bahwa ada petani melakukan peminjaman ke bank atau lainnya.

Halaman:

Editor: Dwi Haryoto


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah