Perjuangan Pekerja Upah Harian di Sri Langka, Saat Krisis Ekonomi Melanda Negara Tersebut.

- 30 Juni 2022, 16:55 WIB
Sri Langka Bangkrut! Berikut Ini Fakta dan Data Tentang Negara yang Sempat Disebut Ceylon
Sri Langka Bangkrut! Berikut Ini Fakta dan Data Tentang Negara yang Sempat Disebut Ceylon /Ilustrasi/Pixabay

MataBangka.com – Velu Anna Lechchami, 49, dari desa Ratnapura, sekitar 100km (62 mil) dari kota utama Sri Lanka, Kolombo, bersyukur atas pekerjaan kecil yang dia dapatkan.

Jika dia atau suaminya mendapatkan pekerjaan membersihkan, memasak, atau memetik daun teh, mereka akan dapat meletakkan makanan di atas meja hari itu. Tetapi dengan krisis ekonomi yang dahsyat di Sri Lanka, pekerjaan menjadi langka dan jika mereka menemukan sesuatu untuk dilakukan, mulai bekerja adalah tantangan lain.

Sri Lanka membatasi penjualan bahan bakar pada hari Senin 27 Juni 2022, hanya menyediakannya untuk layanan penting hingga 10 Juli 2022. Langkah putus asa itu diambil karena negara kepulauan itu kekurangan mata uang asing untuk membeli bahan bakar.

Untuk Lechchami, ini berarti lebih sedikit pekerjaan. Ada hari-hari dia hanya bertahan hidup dengan secangkir teh biasa dengan sedikit gula. Di hari lain, dia bertahan hidup dengan merebus nangka yang ditawarkan oleh tetangganya.

“Tidak ada pilihan lain bagi kami. Kita harus bekerja untuk membeli makanan untuk hari itu. Kami mencoba untuk bertahan hidup. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan,” katanya kepada Al Jazeera.

Baca Juga: Rusia Melanjutkan Serangan Ke Ukraina, Setelah NATO Setujui Memodernisasi Angkatan Bersenjata Ukraina

Sri Lanka menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam 70 tahun terakhir, dengan ekonomi menyusut 1,6 persen pada kuartal pertama tahun ini, menurut data resmi.

Negara ini telah gagal membayar utang luar negeri $51 miliar dan sekarang mengadakan pembicaraan bailout dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

Inflasi mencapai rekor 45,3 persen bulan lalu sementara rupee terdepresiasi lebih dari 50 persen terhadap dolar tahun ini. Kekurangan mata uang asing yang diperlukan untuk mengimpor bahan bakar, pupuk dan kebutuhan pokok lainnya telah berdampak buruk pada perekonomian negara.

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada parlemen pekan lalu bahwa negara itu menghadapi rekor resesi.

Halaman:

Editor: Syahrizal Fatahillah

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x