Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI sebelumnya telah memohon kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memberikan pandangan hukum terkait pembayaran utang rafaksi minyak goreng.
Kemendag berdalih bahwa kebijakan rafaksi yang diatur dalam Permendag No.3/2020 sudah tidak berlaku lagi, sehingga pembayaran utang kepada pengusaha ritel tidak bisa dilakukan.
Namun, Kejagung memiliki pandangan hukum yang berbeda, menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk membayar utang rafaksi tersebut.
Ketegangan ini semakin meningkat ketika Kemendag meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit ulang hasil verifikasi Sucofindo terkait perbedaan klaim nilai rafaksi dari berbagai pihak terkait.
Perbedaan nilai tagihan rafaksi antara verifikasi pihak-pihak terkait menjadi salah satu fokus perdebatan, dengan nilai klaim yang diajukan oleh Sucofindo, produsen dan distributor, serta perusahaan ritel memiliki selisih yang signifikan.
Alasan Kemendag menyasar adanya perbedaan nilai tagihan rafaksi antara verifikasi pihak-pihak terkait.
Misalnya, klaim Sucofindo senilai Rp474,8 miliar, berbeda dengan klaim rafaksi 54 produsen dan distributor senilai Rp812,72 miliar, ataupun dengan tagihan rafaksi hasil klaim 31 perusahaan ritel di bawah Aprindo senilai Rp344 miliar.
Para pengusaha ritel berharap pemerintah segera menanggapi serius ancaman ini dan menyelesaikan masalah utang rafaksi untuk menjaga kelangsungan pasokan minyak goreng di pasaran. ***