Kebijakan Subsidi Kendaraan LIstrik Tidak Tepat Sasaran, Ini Alasannya Menurut Ahli Transportasi

30 Mei 2023, 18:45 WIB
Insentif untuk Kendaraan Listrik Sebesar Rp7 juta Berlaku Kapan /

MataBangka.com--Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik Tidak Tepat Sasaran, Menurut Ahli Transportasi

Kebijakan subsidi untuk mobil listrik dan motor listrik yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia dikritik karena dinilai tidak tepat sasaran.

Ahli transportasi, Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menyatakan bahwa kebijakan insentif kendaraan listrik, termasuk subsidi untuk motor listrik dan mobil listrik, perlu dievaluasi.

Menurut Djoko, tujuan pemerintah memberikan insentif tersebut terlihat lebih untuk membantu industri mobil dan motor listrik yang telah berinvestasi dan memproduksi, namun pangsa pasar kendaraan listrik masih sangat kecil sehingga perlu diberikan insentif.

"Tujuan pemerintah memberikan insentif untuk pembelian sepeda motor dan mobil listrik sepertinya lebih untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah telanjur berinvestasi dan berproduksi, tetapi pangsa pasarnya masih sangat kecil, sehingga perlu diberikan insentif," ujarnya.

Namun, dia menekankan bahwa program ini tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki saat ini.

Djoko mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini justru dapat menyebabkan peningkatan kendaraan pribadi yang berjalan di jalan, yang pada akhirnya akan menyebabkan kemacetan dan peningkatan kecelakaan lalu lintas.

"Insentif itu jangan sampai akhirnya justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya serta memicu kemacetan di perkotaan. Selain akan menambah kemacetan, juga akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat."

Dia mempertanyakan manfaat dari program ini, karena peningkatan kendaraan pribadi akan mengonsumsi lebih banyak energi dan hanya memberikan keuntungan bagi produsen kendaraan listrik.

Ahli transportasi ini juga menyarankan bahwa insentif kendaraan listrik sebaiknya ditujukan untuk masyarakat di daerah terluar, tertinggal, terdepan, dan pedalaman (3TP), yang memiliki pasokan bahan bakar minyak yang terbatas.

Dia berpendapat bahwa distribusi kendaraan listrik, terutama motor listrik, harus diutamakan di daerah-daerah ini daripada di perkotaan yang sudah padat dan macet.

Selain itu, Djoko juga menyarankan pemerintah untuk memberikan insentif kendaraan listrik kepada perusahaan angkutan umum, bukan kendaraan pribadi.

Hal ini akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik dan memperbaiki pelayanan angkutan umum yang ramah lingkungan, sambil mengurangi kemacetan.

 

Daerah 3TP

Djoko Setijowarno menegaskan bahwa warga yang bisa membeli motor dan mobil adalah kelompok orang mampu. Sehingga tidak perlu diberikan subsidi atau insentif.

Sekitar 80 persen kecelakaan disebabkan oleh sepeda motor. Pemerintah harus mampu mengurangi penggunaan sepeda motor yang berlebihan.

Jika tidak, dampaknya sudah seperti sekarang.

Mengutip data kecelakaan lalu lintas berdasarkan jenis kendaraan yang terlibat tahun 2020 (Korlantas Polri, 2021), sepeda motor (roda dua dan roda tiga) tertinggi, yakni 80,1 persen.

Selanjutnya, angkutan barang 7,7 persen, angkutan orang (bus) 6,2 persen, mobil penumpang 2,4 persen, tidak bermotor 2,0 persen dan kereta api 1,6 persen.

Buatlah kebijakan yang tidak menambah kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan sepeda motor, yakni menciptakan sepeda motor dengan laju rendah, kecepatan kurang 50 km per jam.

Disamping itu, perlu belajar dengan Pemkab Asmat (Provinsi Papua Selatan), sejak 2007 masyarakat Kota Agatas, Ibu Kota Kabupaten Asmat sudah menggunakan kendaraan listrik.

Kesulitan mendapatkan BBM menjadikan masyarakatnya mayoritas memakai sepeda motor listrik. Ojek listrik sudah lebih dulu ada di Asmat daripada di Jakarta.

Maka dari itu, insentif sepeda motor listrik diprioritaskan untuk daerah terluar, tertinggal, terdepan dan pedalaman (3TP) yang kebanyakan berada di luar Jawa.

Di daerah 3TP umumnya jumlah sepeda motor masih sedikit, pasokan BBM juga masih sulit dan minim sehingga harga BBM cenderung mahal.

Sementara energi listrik masih bisa didapatkan dengan lebih murah dan diupayakan dari energi baru.

Untuk mobil listrik, prioritasnya juga jangan untuk kendaraan pribadi, tetapi untuk kendaraan dinas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sehingga distribusinya lebih merata.

Pemberian insentif kendaraan listrik lebih tepat diberikan pada perusahaan angkutan umum.

Di samping akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan sekaligus mengurangi kemacetan.

Program bantuan pembelian kendaraan listrik tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan minyak yang mereka miliki.

Hal ini mesti menjadi perhatian agar jangan sampai nantinya justru terjadi penambahan konsumsi energi dan populasi kendaraan pribadi kian berjejalan di jalan raya, sehingga menimbulkan kemacetan.

Perihal ketepatan sasaran penerima bantuan pembelian kendaraan listrik agar nantinya tidak berujung menjadi temuan.

Pelaku UMKM yang sudah punya sepeda motor belum tentu mau membeli (sepeda motor listrik), karena mereka pasti harus keluar duit lagi.

Solusinya, kasih saja sepeda motor listrik ke daerah-daerah tertentu, terserah pemerintah mau beli atau apa untuk dibagikan ke daerah terpencil, tertinggal yang BBM-nya terbatas.

Kasihkan bagi guru-guru, tenaga perawat, di daerah 3TP (terdepan, terluar, tertinggal dan pedalaman).

Bus listrik nantinya dapat dioperasikan di dalam Ibu Kota Nusantara (IKN) dan juga dimanfaatkan untuk menghubungkan transportasi umum ke Balikpapan, Kalimantan Timur.

Apalagi porsi angkutan umum di IKN tinggi. Mobil-mobil listrik pun dapat digunakan pejabat di IKN.

Biasanya ketika ada percontohan yang sukses, daerah lain bisa mengikuti.

Ada keuntungan yang didapat seandainya bantuan untuk mendorong pengembangan industri kendaraan listrik diberikan kepada angkutan umum.

Setidaknya, akan mendapat empat keuntungan.

Dengan memberikan subsidi kepada perusahaan angkutan umum, selain akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan (menekan emisi udara) sekaligus mereduksi kemacetan.

Selain itu dapat menurunkan angka kecelakaan dan angka inflasi di daerah.

Pertumbuhan industri otomotif tak pelak memiliki beragam dampak.

Segenap solusi dan alternatif pendekatan kiranya perlu terus dicari di tengah kelindan permasalahan menyangkut upaya menurunkan emisi hingga kemacetan.

Kebijakan insentif kendaraan listrik diperlukan sinergi antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindutrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar tetap sasaran.

Di Indonesia banyak orang pintar, jauh lebih pintar dari beberapa negara di Asia Tenggara, tetapi Indonesia tidak pernah bisa buat kebijakan yang cerdas.

Secara individu, rakyat Indonesia unggul tapi secara negara Indonesia mandul.

Lantaran terlalu banyak kepentingan.***

 

Editor: Mirwanda

Sumber: Portalpekalongan.com

Tags

Terkini

Terpopuler