"Kami di sini menjalani hari, tidak yakin apakah kami bisa sampai malam, tapi yang meringankan rasa sakit kami adalah semangat rendah hati dan hangat dari semua orang di sekitar," tutur Walaa Sobeh.
Dia menuturkan, menerima "dukungan besar dari para imam dan orang lain di gereja yang secara sukarela tanpa lelah sepanjang waktu untuk membantu keluarga pengungsi."
Selama perang berlangsung, gereja telah lolos dari rudal Israel.
Namun, tempat ibadah umat Kristen itu ikut hancur dalam serangan pada Kamis, 19 Oktober 2023 malam.
Bom Israel telah menghantam beberapa masjid dan sekolah yang melindungi orang-orang yang rumahnya telah diledakkan.
"Setiap serangan terhadap gereja tidak hanya akan menjadi serangan terhadap agama, yang merupakan perbuatan keji, tetapi juga serangan terhadap kemanusiaan," kata Pastor Elias, seorang imam di Saint Porphyrius.
"Kemanusiaan memanggil kita untuk menawarkan kedamaian dan kehangatan kepada semua orang yang membutuhkan," ucapnya menambahkan.
Gereja Tertua
Dibangun antara tahun 1150-an dan 1160-an, gereja tersebut dinamai uskup Gaza abad ke-5, Santo Porphyrius.