Jampidsus Kejagung Beberkan Modus Dugaan Tipikor Bidang Pertambangan Termasuk Bijih Timah

23 Oktober 2023, 14:36 WIB
Direktur Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Undang Mugopal, membeberkan sejumlah modus korupsi di bidang pertambangan. /Dwi Haryoto/ MataBangak.com/

MataBangka.com - Direktur Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Undang Mugopal, membeberkan sejumlah modus korupsi di bidang pertambangan.

Menurutnya sejumlah modus itu seperti Tindak pidana melakukan pertambangan tanpa izin, Tindak pidana menyampaikan data laporan keterangan palsu, Tindak pidana melakukan operasi produksi di tahapan eksplorasi, Tindak pidana memindahtangankan perizinan kepada orang lain hingga Tindak pidana tidak melakukan reklamasi dan pasca tambang.

Selain modus itu, Undang Mugopal mengungkapkan kasus korupsi di bidang pertambangan yang terdeteksi, diantaranya suap atau gratifikasi didalam izin usaha pertambangan, pemanfaatan hutan secara ilegal untuk pertambangan, tidak dilakukan renegosiasi peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral dan batubara, manipulasi data ekspor sehingga berpengaruh terhadap PNBP negara, penyimpangan pada Domestic market Obligatioan (DMO), perizinan tidak didelegasikan ke Pemerintah Pusat, rekomendasi teknis fiktif, berbelit-belit, hanya sebagai formalitas hingga mafia tambang terhadap backing-backing pertambangan illegal tanpa izin.

"Saat ini Kejagung sedang menangani dugaan tindak pidana korupsi pertambangan timah, di dua klaster yakni klaster BUMN dan klaster pemerintah daerah," kata Undang Mugopal dalam webinar nasional yang diselenggarakan Babel Resources Institute (BRiNST) dengan tema “Di Balik Jor-joran RKAB Timah dan Terungkapnya Korupsi SDA”, Senin, 23 Oktober 2023.

Terkait tentang modus manipulasi ekspor dan penerbitan Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB) smelter timah, Undang Mugopal menyebut dua hal itu bisa menjadi modus korupsi.

“Ini salah satu modus yang disampaikan yang sedang kami tangani, ini satu di antara delapan modus korupsi pertambangan yang terjadi, seolah-olah (RKAB, red) sudah sesuai prosedur, kadang penyidik menemukan modus korupsi itu,” kata Undang Mugopal.

Ia juga mengatakan modus korupsi yang ditangani adalah tindak pidana korupsi dalam pengurusan IUP, yang mana saat ini Kejagung sedang melakukan penggeledahan terkait korupsi pertambangan timah. 

“Di dalam ada yang disampaikan itu, intinya kalau sudah sampai prosedur, tidak mungkinlah penyidik mempermasalahkan itu. Kasusnya di Babel di geledahnya ada yang di Surabaya dan sebagainya. Mudah-mudahan dalan waktu dekat ada info yang akurat dari Direktur Penyidikan Kejagung,” ungkap Undang.

Dirinya pun berharap pihak-pihak yang memiliki data, bisa melaporkan ke pihak kejaksaan yang ada di daerah maupun ke Kejagung. 

"Apabila ada laporan dari masyarakat, minimal jadi kompas kami, jika menangani perkara korupsi tanpa kompas akan butuh waktu. Kalau ada pihak memiliki data laporan, lebih bagus sampaikan ke kami, kami analisa apakah laporan tersebut bisa digunakan,” jelas Undang.

Sementara itu, Direktur BRiNST, Teddy Marbinanda, mengatakan persoalan penambangan timah di Babel perlu mendapat perhatian serius. Oleh karena itu, pihaknya mengapresiasi Kejagung turun gunung melakukan penyelidikan maupun penyidikan kasus korupsi pertambangan timah.

Menurut Teddy Marbinanda, harus adanya penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara, karena praktik penambangan timah secara ilegal saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

“Bagaimana dari temuan BRiNST sudah seharusnya ada penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara karena praktik penambangan timah secara ilegal saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas," terang Teddy Marbinanda.

Dilanjutkannya Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian ESDM harus melakukan evaluasi dan mengkaji ulang RKAB perusahaan pertambangan timah di Indonesia.

Teddy Marbinanda mengakui BRiNST meragukan data yang menjadi penerbitan RKAB perusahaan timah. 

"Dari riset kami, kami meragukan apakah persetujuan RKAB sudah sesuai prosedur atau tidak,” paparnya.

BRiNST pun mencurigai ekspor timah mengalir deras dari perusahaan smelter timah yang hanya memiliki IUP di bawah 10 ribu hektar, bahkan ada yang di bawah seribu hektar. Kuota ekspor yang diberikan sangat erat kaitannya dengan persetujuan RKAB yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral Batubara, Kementerian ESDM.

Dalam diskusi tersebut, menurut BRiNST, kegiatan penambangan di Babel masih jauh dari rasa keadilan dan ketertiban hukum. Selama ini para pengepul timah memperoleh bijih timah dari tambang rakyat illegal dan kemudian diekspor oleh perusahaan timah. (***)

Editor: Dwi Haryoto

Tags

Terkini

Terpopuler