YLBHI Nilai Penerbitan Perppu no 2 tahun 2022, Bentuk Pengkhianatan Konstitusi, Otoritarianisme Jokowi

- 2 Januari 2023, 19:58 WIB
Aliansi aksi sejuta buruh menggelar long march Bandung ke Jakarta untuk menuntut pemerintah mencabut UU Omnibus Lawa Cipta Kerja.
Aliansi aksi sejuta buruh menggelar long march Bandung ke Jakarta untuk menuntut pemerintah mencabut UU Omnibus Lawa Cipta Kerja. /PRFMNEWS.ID

MataBangka.com--Baru-baru ini pemerintah tiba-tiba menerbitkan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) no 2 tahun 2022 tentang UU Cipta kerja.

Padahal sebelumnya UU cipta kerja sudah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 melalui putusan no.91/PUU-XVIII/2022.

Tidak hanya itu Jokowi juga sempat berjanji akan mematuhi apa putusan dari MK.

 

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ‎menilai penerbitan itu jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan, atau kudeta terhadap Konstitusi RI.

Tak hanya itu, tindakan tersebut dinilai merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo.
 
"Ini semakin menunjukkan bahwa presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK," kata Ketua Umum YLBHI Muhamad Isnur dalam keterangan tertulis YLBHI, Jumat 30 Desember 2022.
 
Presiden justru disebut menunjukkan kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, dan mendengarkan dan memberikan kesempatan publik berpartisipasi.
 
Hal tersebut, menurut YLBHI, jelas merupakan bagian dari pengkhianatan konstitusi dan melawan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis. 
 
"Penerbitan Perppu ini jelas tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perppu yakni adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa," ujarnya.
 
Presiden seharusnya mengeluarkan Perppu Pembatalan UU Cipta Kerja sesaat setelah UU Cipta Kerja disahkan, karena penolakan yang massif dari seluruh elemen masyarakat.
 
Tetapi, saat itu presiden justru meminta masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja melakukan judicial review. 
 
Saat MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional, presiden justru dikabarkan mengakalinya dengan menerbitkan Perpu.
 
Perintah MK padahal sudah jelas bahwa pemerintah harus memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan menerbitkan Perppu.
 
YLBHI juga menyatakan dampak perang Ukraina-Rusia dan ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia adalah alasan yang mengada-ada dan tidak masuk akal dalam penerbitan Perpu. 
 
Alasan kekosongan hukum juga alasan yang dinilai tidak berdasar dan justru menunjukkan inkonsistensi kala pemerintah selalu mengklaim UU Cipta Kerja masih berlaku walau MK sudah menyatakan inkonstitusional.‎
 
MK dalam putusannya pun melarang Pemerintah membentuk peraturan-peraturan turunan pelaksana dari UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Tetapi dalam perjalanannya pemerintah terus membentuk peraturan turunan tersebut. 
 
Penerbitan Perppu UU Cipta Kerja, menurut YLBHI, menunjukkan pula konsistensi ugal-ugalan dalam pembuatan kebijakan demi memfasilitasi kehendak investor dan pemodal.
 
"Ini jelas tampak dari statemen pemerintah saat konferensi pers bahwa penerbitan Perppu ini adalah kebutuhan kepastian hukum bagi pengusaha, bukan untuk kepentingan rakyat keseluruhan. Penerbitan Perppu ini semakin melengkapi ugal-ugalan Pemerintah dalam membuat kebijakan seperti UU Minerba, UU IKN, UU Omnibus Law Cipta Kerja, Revisi UU KPK yang melemahkan, Revisi UU Mahkamah Konstitusi, UU KUHP, dan kebijakan-kebijakan lain," tuturnya.
 
Penerbitan di ujung tahun tersebut disebut juga menunjukkan presiden tidak menghendaki ada reaksi dan tekanan dari masyarakat dalam bentuk demonstrasi dan lainnya karena mengetahui warga dan masyarakat sedang liburan akhir tahun. 
 
YLBHI pun menyatakan sikap‎ mengecam penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menuntut presiden melaksanakan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 dengan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dengan syarat-syarat yang diperintahkan MK.
 
Selain itu, Perppu itu harus ditarik, menyudahi kudeta dan pembangkangan konstitusi, serta mengembalikan semua pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai prinsip konstitusi, negara hukum yang demokratis, dan hak asasi manusia.***

Editor: Mirwanda

Sumber: Pikiranrakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah