Komnas HAM temukan Ada 6 Pelangaran HAM dalam Konflik Agraria di Pulau Rempang Batam

22 September 2023, 22:08 WIB
Komnas HAM mendatangi dua sekolah di Pulau Rempang, Kota Batam yang siswanya menjadi korban gas air mata. /tangkap layar/rempang/

MataBangka.com--Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan temuan mereka terkait enam indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konflik agraria yang terjadi selama pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing, telah mengidentifikasi berbagai pelanggaran HAM dalam konflik tersebut.

Salah satu indikasi yang disorot adalah penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan.

Menurut Uli, sekitar 1.000 anggota aparat terlibat dalam konflik ini, dan mereka menggunakan kekuatan yang dianggap berlebihan.

Penggunaan kekuatan berlebihan ini telah menimbulkan kekhawatiran akan pelanggaran HAM.

Selain itu, dalam konflik agraria di Pulau Rempang, hak warga untuk merasa aman dan terbebas dari intimidasi juga dilanggar.

Hal ini disebabkan oleh penggunaan gas air mata yang tidak terukur oleh personel kepolisian.

Pertama, ada penggunaan kekuatan berlebihan atau excessive use of force, ada 1.000 anggota aparat,” kata Uli dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Jumat, 22 September 2023

Perwakilan melayu Aceh menyampaikan pernyataan sikap warga melayu Aceh dalam mendukung warga melayu Pulau Galang dan Pulau Rempang mempertahankan kampung melayu tua di gedung DPRK Aceh Tamiang. Jumat (22/9/2023)

Uli mencatat bahwa penggunaan gas air mata seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam menghadapi situasi yang dianggap mengganggu ketertiban, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009.

Uli juga mengingatkan bahwa aparat kepolisian seharusnya tidak melakukan kekerasan kecuali saat mencegah kejahatan, sesuai dengan pasal 10 huruf c Perkap Nomor 8 Tahun 2009.

“Selain itu, aparat kepolisian dilarang melakukan kekerasan saat bertugas kecuali saat mencegah kejahatan. Itu ada di pasal 10 huruf c Perkap Nomor 8 Tahun 2009,” katanya menambahkan.

Indikasi pelanggaran HAM kedua, adalah pembatasan akses bantuan hukum untuk 8 tersangka yang sudah dibebaskan.

Uli mencatat bahwa selama proses penyelidikan dan penyidikan, akses mereka ke bantuan hukum dibatasi, yang juga merupakan pelanggaran HAM.

“Ketika proses penyelidikan dan penyidikan. Itu kami mendaptkan laporan juga dari masyarakat dan kuasa hukumnya,” ucap Uli.

Ketiga, terkait hak atas tempat tinggal yang layak terkait rencana relokasi.

Uli menjelaskan bahwa rencana relokasi ini berdampak langsung pada tempat tinggal, khususnya pada perkampungan melayu kuno di Pulau Rempang.

“Upaya relokasi ke lokasi baru pada dasarnya tidak hanya mencederai hak rasa aman, namun juga mencabut hak atas tempat tinggal yang layak,” ucap Uli.

Upaya relokasi ke lokasi baru dinilai tidak hanya mengganggu hak warga atas rasa aman, tetapi juga mencabut hak atas tempat tinggal yang layak.

Komnas HAM telah menetapkan prinsip-prinsip yang harus dipatuhi dalam relokasi, termasuk partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, yang tampaknya tidak terpenuhi dalam kasus ini.

“Dan itu sudah terkonfimrasi, kami sudah menemukan beberpa saksi-saksi yang menyatakan mereka tidak pernah didengar oleh BP Batam dan pendekatannya hanya dari atas saja, dari apaarat tingkat kelurahan sampai kecamatan,” tutur Uli.

Pelanggaran HAM keempat, terkait perlindungan anak.

Uli mencatat bahwa ada siswa dari SDN 24 Galang dan SMPN 22 yang terdampak oleh penggunaan gas air mata dalam peristiwa tanggal 7 September 2023.

“Ini juga secara visual sudah ada video-videonya. Kami sudah wawancarai di SD 24 Galang dan SMPN 22 Galang,” kata Ali.

Bukti visual dan wawancara dengan siswa-siswa ini telah mengonfirmasi pelanggaran ini.

Kelima, terkait hak atas kesehatan, Komnas HAM menemukan upaya pengosongan puskesmas di Pulau Rempang dan pemindahtugasan tenaga kesehatan.

Hal ini telah terkonfirmasi melalui keterangan saksi-saksi yang diwawancara oleh Komnas HAM.

“Kami sudah menemui saksi-saksinya dan memang terkonfirmasi ada upaya pengosogan puskesmas di Pulau Rempang dan pemindahtugasan tenaga keshatan di Pulau Rempang,” tutur Uli.

“Sehingga faskes tidak bisa berrfungsi maksimal, kedepannya mungkin juga fasilitas kesehatan akan dipindahkan tapi ini butuh pendalaman bagi kami,” ujarnya menambahkan.

Uli menekankan bahwa langkah ini dapat mengganggu fungsi puskesmas dan mempengaruhi akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

Terakhir, Uli menyoroti dampak proyek strategis nasional terhadap masyarakat Pulau Rempang, khususnya masyarakat adat Melayu.

Menurutnya, proyek ini dapat berdampak buruk pada hak-hak mereka.

Oleh karena itu, Uli menyatakan bahwa diperlukan kewajiban dan tanggung jawab dari semua pihak untuk melindungi dan memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konteks ini.***

 

Editor: Mirwanda

Sumber: Pikiranrakyat.com

Tags

Terkini

Terpopuler