Dua Terdakwa Kasus Tragedi Kanjuruhan Divonis Bebas, Hak Asasi Amnesty International :Penyalahgunaan Kekuasaan

- 27 Maret 2023, 21:07 WIB
Mahasiswa se-Malang Raya melakukan aksi kamisan memprotes vonis pengadilan yang dijatuhkan kepada para terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan.
Mahasiswa se-Malang Raya melakukan aksi kamisan memprotes vonis pengadilan yang dijatuhkan kepada para terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan. /ANTARA/Ari Boro Sucipto

MataBangka.com--Masih ingat teriakan histeris para korban tragedi kanjuruhan Malang, Jawa Timur, yang memakan korban 135 orang meninggal dunia.

Peristiwa yang menjadi catatan kelam sepakbola Indonesia terjadi usai pertandingan tuan rumah Arme FC dan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu.

Jatuhnya korban menurut HAM lantaran adanya penembakan gas air mata yang membabi buta yang dilakukan petugas keamanan yang memicu jatuhnya korban jiwa.

 

Perkembangan terbaru, dari hasil persidangan tragedi kanjuruhan dua terdakwa tragedi kanjuruhan dari unsur kepolisian yakni Mantan Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Mantan Kepala Satuan Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidiq Achmadi divonis bebas oleh majelis hakim pengadilan negeri Surabaya, Kamis 17 Maret 2023 lalu.

 

Sebelumnya jaksa menuntut Wahyu Setyo Pranoto  dan Bambang Sidik Achmadi 3 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah.

Vonis ini cukup jauh dengan yang diberikan oleh Majelis Hakim berupa sebuah kebebasan.

Namun setelah keputusan Majelis Hakim tersebut diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan akan pikir-pikir.

“Menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan jaksa. Membebaskan terdakwa memerintahkan dibebaskan dari tahanan,” kata Majelis Hakim PN Surabaya Achmad Sidqi Amsya, dikutip dari ANTARA pada Jumat, 17 Maret 2023.

“Membebaskan terdakwa oleh karena dari dakwaan jaksa tidak terbukti, memerintakhan agar terdakwa dibebaskan dikeluarkan dari tahanan segera,” lanjutnya.

Alasan Majelis Hakim

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya telah menjatuhkan vonis bebas terhadap dua anggota kepolisian terkait kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang pada Kamis, 16 Maret 2023.

Putusan ini berdasarkan bahwa kedua anggota kepolisan tersebut tidak terbukti terlibat dalam kerusuhan Kanjuruhan yang telah menewaskan 135 jiwa.

Sementara itu, satu terdakwa lainnya yakni AKP Hasdarmawan terbukti bersalah dalam kasus kerusuhan Kanjuruhan dan divonis 18 bulan penjara.

"Terdakwa gagal memprediksi situasi yang sebenarnya cukup mudah untuk diantisipasi. Ada opsi untuk tidak menembak (gas air mata) untuk membalas kekerasan suporter," kata hakim Amsya.

Keluarga Korban tak Terima

 

Setelah pembacaan vonis tersebut, banyak dari anggota keluarga korban yang menangis histeris karena tidak terima dengan hasil sidang.

Pengacara dari pihak korban pun menilai bahwa tidak ada keadilan bagi keluarga korban.

"Saya tentu saja tidak puas dan kecewa. Saya berharap mereka mendapatkan hukuman yang adil. Saya merasa keadilan telah tercabik-cabik," kata Isatus Sa'adah, yang telah kehilangan saudara laki-lakinya yang berusia 16 tahun dalam kerusuhan tersebut. 

"Keluarga kami sangat kecewa dengan putusan hakim yang membebaskan para terdakwa. Kami berharap hukumannya lebih berat dari tuntutan jaksa, bukan lebih rendah," kata Muhammad Rifkiyanto, yang juga kehilangan sepupunya yang berusia 22 tahun.

Imam Hidayat, yang merupakan pengacara dari beberapa korban, mengatakan kasus itu diwarnai inkonsistensi.

"Tidak ada keadilan bagi mereka (keluarga korban). Ini semakin membuktikan bahwa kasus Kanjuruhan ini telah dimanipulasi," kata Hidayat.

“Banyak sekali inkonsistensi, sekalian saja menyatakan tidak bersalah semua,” tambahnya.

Hasil vonis tersebut juga mendapatkan protes keras dari beberapa mahasiswa di Malang.

Mereka langsung melakukan aksi unjuk rasa.

Hak Asasi Amnesty International yang berbasis di London mengatakan putusan tersebut menyoroti penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di Indonesia.

"Pihak berwenang sekali lagi gagal untuk memberikan keadilan kepada para korban kekerasan yang berlebihan di Indonesia, meskipun bersumpah setelah bencana untuk meminta pertanggungjawaban mereka," kata Usman Hamid selaku Direktur Eksekutif Amnesti Indonesia.***

Editor: Mirwanda

Sumber: Ringtimes Bali


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x