Perpeloncoan Tidak Hanya di Indonesia, Sudah Ada Sejak Zaman Kolonial Belanda

- 16 September 2023, 11:58 WIB
Ilustrasi pendidikan.
Ilustrasi pendidikan. /Pixabay/lil_foot_/

Ario menyatakan perpeloncoan sudah terjadi sejak era kolonial Belanda. Kegiatan yang kala itu disebut ontgroening (bahasa Belanda: menghilangkan warna hijau karena mahasiswa baru dilambangkan berwarna hijau) tercatat dalam salah satu lembaga pendidikan pertama, Stovia, sekolah cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI).

Kisah alumnus Stovia sekaligus mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, Mohammad Roem, perpeloncoan terjadi selama tiga bulan. Beberapa praktik di Stovia yang merupakan sekolah asrama itu adalah menyuruh mahasiswa baru memanggil seniornya dengan “Tuan”, menjadi kurir, dan mengelap sepatu.

"Istilah perpeloncoan sendiri baru muncul pada masa pendudukan Jepang. Istilah ini awalnya berasal dari kata bahasa Jawa “pelonco” yang berarti kepala gundul. Ini merujuk pada tradisi ketika mahasiswa baru wajib digunduli rambutnya untuk melambangkan anak kecil yang belum tahu apa-apa," ujar Ario.

"Memasuki periode Indonesia modern, tradisi perpeloncoan tak serta-merta hilang. Namun, resistensi juga muncul, misalnya dari sejumlah kalangan mahasiswa seperti Consentrasi [konsentrasi] Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang menyebut perpeloncoan sebagai warisan kolonial. Namun, CGMI yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) kemudian turut bubar seiring naiknya Orde Baru," katanya.

Ternyata praktik itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Hal ini didasarkan pada riset peneliti senior UNESCO asal Jepang, Toshio Ohasko, pada 1997.

Ia menyebut kekerasan di dunia pendidikan memiliki dampak yang sama besarnya baik di negara maju atau negara berkembang.

"University of Maryland di AS mencatat bahwa sejak 1970 hingga 2017, paling tidak ada satu kasus kematian per tahun akibat perpeloncoan di setiap universitas. Wujud perpeloncoan yang kerap muncul di sana adalah pemaksaan minum alkohol, pelecehan seksual, maupun aktivitas fisik di luar batas kewajaran," tutur Ario.

“Bahkan, di Korea Selatan, perpeloncoan ditengarai menjadi salah satu penyebab bunuh diri. Menggunakan studi kasus sekolah militer, Kim Jae-Yop, dosen dari School of Social Welfare Yonsei University, Korea Selatan dan rekan-rekannya, menemukan bahwa sekitar 17,6 persen taruna pernah diperlakukan di luar batas wajar pendidikan. Perlakuan ini, rupanya, konsisten dengan munculnya gejala seperti depresi dan tendensi bunuh diri," katanya. (***) 

Artikel ini bersumber dari Pikiran-Rakyat.com yang berjudul:https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-017129686/sejarah-perpeloncoan-sejak-zaman-belanda-tak-hanya-di-indonesia

Halaman:

Editor: Dwi Haryoto


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x