Tapera Program Buat Siapa? Pengusaha dan Pekerja Kompak Menolak

11 Juni 2024, 11:32 WIB
Buruh Kabupaten Serang saat melakukan aksi untuk rasa menolak Tapera di Jakarta Kamis 6 Juni 2024. /Dok. Buruh Kabupaten Serang

MataBangka.com - Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) diprogramkan buat siapa? Apabila pengusaha dan pekerja kompak menolaknya! 

Apalagi, sejumlah pihak sudah menandatangani penolakan program Pemerintah yang bakal dilaksanakan pada tahun 2027 tersebut. 

Seperti penolakan yang dilakukan Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia DKI Jakarta bersama serikat pekerja dan buruh menolak tegas implementasi kebijakan potongan gaji untuk iuran Tapera.

Hal ini ditandai dengan penandatanganan pernyataan bersama di Kantor DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, pada Senin, 10 Juni 2024.

"Saat ini ada delapan serikat bersama saya sebagai Ketua Umum DPP Ap yang telah menandatangani," ucap Ketua DPP Apindo DKI Jakarta, Solihin.

Penandatanganan dilakukan oleh perwakilan DPP Apindo DKI Jakarta, Federasi Serikat Pekerja (FSP) Logam Elektronik dan Mesin (LEM/SPSI), FSP Kebangkitan Buruh Indonesia (FKUI KSBSI) serta FSP Serikat Pekerja Nasional (SPN/KSPI).

Selain itu, FSP Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), FSB Kimia Industri Umum, Farmasi, Kesehatan (KIKES), FSP Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (PAREKRAF) dan FSP Kimia Energi Pertambangan (KEP).

Menurut Solihin, iuran Tapera ini menjadi beban tambahan bagi pemberi kerja dan pekerja. Bahkan, adanya aturan tersebut mengejutkan dunia usaha dan kalangan pekerja lainnya di DKI Jakarta.

"Walau sudah diberikan beberapa narasi yang sama sebelumnya, bahkan beberapa draf sebelum ini, kita sudah sampaikan (penolakan), tapi 20 Mei ditandatangan atas hal itu," tuturnya.

Beban Baru untuk Pengusaha dan Pekerja

Oleh karena itu, Solihin menyampaikan bahwa pengusaha dan pekerja DKI Jakarta menolak implementasi dari iuran Tapera tersebut mengingat Tapera ini menjadi beban tambahan.

Secara keseluruhan pekerja dan pengusaha sudah dibebankan potongan hingga 18,24 persen sampai 19,74 persen. Potongan itu antara lain BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua (JHT) hingga Jaminan Kesehatan.

"Beban wajib pengusaha dan pekerja berpotensi membuat potongan meningkat hingga 20 persen ke atas," katanya.

Solihin menjelaskan, iuran Tapera ini seharusnya bersifat sukarela, karena berperan sebagai tabungan sendiri.

Apalagi, iuran Tapera ini serupa dengan program BPJS Ketenagakerjaan yang sudah ada, yakni Manfaat Layanan Tambahan (MLT).

Pihaknya juga tidak mengharapkan aturan ini ditunda seperti narasi-narasi yang diumumkan.

Solihin menegaskan, pengusaha maupun pekerja sepakat untuk menolak implementasinya secara keseluruhan.

"Sebagai asosiasi yang menaungi dunia usaha, dunia usaha dan pekerja yang terdampak, kami hendak sampaikan untuk membatalkan. Kita menuntut untuk membatalkan implementasi Tapera sebagai kewajiban," ujarnya.

Tapera untuk Siapa? 

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan bahwa Tapera diberlakukan untuk mempercepat kepemilikan rumah di masyarakat, karena ada kekurangan diperkirakan sebanyak 9,9 juta unit.

Sementara, program penyediaan rumah melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dibiayai APBN hanya mampu untuk pembiayaan 300 ribu unit rumah.

Melalui Tapera yang mengusung skema gotong royong bisa mempercepat penyediaan rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"Kan beliau sampaikan ada backlog 9,9 juta. Kan negara harus hadir tangani ini. Kan pendekatan FLPP kemarin, populasinya nggak banyak paling banyak 300 ribu unit per tahun. Kapan mau dikejar? Harus ada skema baru," tutur Moeldoko.

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono menjelaskan bahwa selama ini ada tabungan perumahan selama ini diterapkan pada PNS.

Selanjutnya melalui Tapera, pemerintah ingin memperluas peserta mencakup pegawai swasta.

Tujuannya, agar modal Tapera jadi lebih besar dan bisa membiayai penyediaan rumah.

"Kan udah ada skema Bapertarum di ASN, tapi melihat bahwa ini cakupannya harus lebih luas maka muncul Tapera," kata Moeldoko.

Taktik Kutip Duit Rakyat Pengamat perumahan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar menilai pembiayaan Tapera yang mengutip uang dari masyarakat atas nama 'gotong royong' bisa disebut sebagai penipuan.

Sebab bagaimanapun, kewajiban menyediakan rumah bagi warga menjadi tanggung jawab pemerintah bukan rakyat.

Kewajiban itu tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945, di mana bumi dapat diartikan tanah yang sedianya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dia mencontohkan Singapura yang berhasil menyediakan perumahan untuk pekerjanya karena 80 persen proyek hunian di sana dikuasai oleh pemerintah setempat.

"Jadi enggak ada itu istilah gotong royong, karena kita sudah melakukan itu dengan membayar pajak. Kalau mengutip lagi, penipuan namanya. BPJS saja bisa kok membuat program rusunawa pekerja, tidak dikorup dan jauh lebih bagus," kata Jehansyah Siregar.

Oleh karena itu, dia menilai kebijakan iuran Tapera harus dibatalkan. Sebab, niatnya hanya demi mengutip uang rakyat yang rentan diselewengkan seperti pada program jaminan sosial di Asabri, Jiwasraya, serta Taspen.

Jehansyah Siregar menyebut program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sesungguhnya tidak masuk akal untuk menyediakan hunian rakyat yang terjangkau.

Ada beberapa alasan yang membuat program Tapera tidak masuk akal. Pertama, merujuk pada besaran potongan yang diwajibkan pemerintah sebesar 2,5 persen hingga 3 persen.

Menurut Jehansyah Siregar, mustahil bisa membeli rumah dengan harga pasaran. Kalaupun ada, lokasi rumahnya tidak terjangkau alias jauh dari kota.

"Secara rasional enggak logis dengan nilai potongan kecil, bisa memiliki rumah. Rumah KPR subsidi yang harga rumahnya Rp180 juta hanya bisa di atas tanah tidak lebih dari Rp250.000 per meter," ucapnya.

"Di Ciseeng (Bogor) saja enggak dapat harga segitu. Jadi saya rasa lokasi rumah Tapera ini bakal makin jauh. Di Tangerang, bisa-bisa ke Serang atau Cilegon nanti, kan itu bukan solusi untuk rumah terjangkau," tutur Jehansyah Siregar menambahkan.

Alasan kedua, karena pemerintah hanya mengumbar skema pembiayaan rumah tanpa melakukan intervensi apapun atas penguasaan tanah, harga, dan pengembangan kawasan baru.

Di banyak negara, langkah pertama yang dilakukan pemerintah untuk membuat hunian terjangkau bagi warga harus menciptakan produksinya terlebih dahulu.

Caranya, bisa dengan membeli tanah-tanah terlantar dengan harga murah, kemudian menyusun tata ruang, termasuk huniannya. Jika sudah punya rancangan, langkah selanjutnya memperkuat pengembang publik seperti Perumnas di tiap-tiap daerah. Baru terakhir memikirkan pembiayaan yang tepat.

"Jangan jadi tukang kutip uang aja pemerintah. Bicara perumahan, pinggirkan dulu kutip mengutip uang, housing dulu baru finance," kata Jehansyah Siregar.

"Contoh di Soreang (Kabupaten Bandung), ada lahan 300 hektare tapi tidak ada satu pun proyek (hunian) pemerintah. Semua dikerjakan pengembang swasta, padahal jalan tolnya dibangun pemerintah," ujarnya.

"Selain itu, harus jelas juga Tapera ini punya pengalaman tidak dari sisi pembangunan rumah dan pengembangan kawasan atau kota baru. Ini kan nol besar semua, tiba-tiba bicara tabungan," tuturnya menambahkan.

Alasan ketiga, kalaupun pemerintah berniat untuk menekan angka ketimpangan pemilikan rumah atau backlog di Jakarta, jalan keluar yang seharusnya dilakukan adalah membangun hunian terjangkau berupa hunian Transit Oriented Development (TOD) seperti apartemen sewa murah yang dekat dengan transportasi publik.

Akan tetapi, hunian TOD di kota besar seperti Jakarta mayoritas dikuasai oleh pengembang swasta, bukan pemerintah.

"Untuk kota metropolitan, mengatasi backlog dan permukiman kumuh di tengah kurangnya ruang terbuka hijau harus membangun rusunawa rasa apartemen minimal kayak Rusunawa Jatinegara Barat, itu harus diperbanyak," ujar Jehansyah Siregar.

"Ini kan enggak ada hunian TOD yang sewa murah," ucapnya menambahkan. (***) 

Sumber Artikel berjudul "Pengusaha dan Pekerja Kompak Tolak Tapera, Jadi Program Itu untuk Siapa?", selengkapnya dengan link: https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-018196197/pengusaha-dan-pekerja-kompak-tolak-tapera-jadi-program-itu-untuk-siapa

 

Editor: Dwi Haryoto

Tags

Terkini

Terpopuler