Penyederhanaan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan, hal itu sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018, rentan disalahgunakan.
"Belajar dari kasus tersebut, RKAB Bangka Belitung perlu dilakukan peninjauan ulang. Riset yang dilakukan oleh BRINST, penambangan ilegal di konsesi PT Timah Tbk maupun hutan negara, dinikmati oleh perusahaan-perusahaan yang tak patut mendapatkannya," terang Teddy lagi.
"Akibat korupsi SDA tentunya akan merugikan masyarakat Bangka Belitung, tak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga dari sisi lingkungan yang tak bisa dipertanggung jawabkan," paparnya.
Teddy menambahkan dari hasil riset yang dilakukan, BRINST menyimpulkan harus adanya penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara karena praktik.
Kemudian penambangan timah secara ilegal saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian ESDM harus melakukan evaluasi dan mengkaji ulang RKAB perusahaan pertambangan timah di Indonesia. Kasus dugaan korupsi pertambangan yang terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan yang saat ini ditangani Kejati Sulawesi Tenggara karena Penyederhanaan aspek penilaian RKAB, menjadi rujukan hukum atas kebijakan tersebut.
"Dan PT Timah Tbk perlu melakukan upaya pembenahan internal untuk selektif mengeluarkan kerjasama kemitraan dan mengawasi secara ketat kegiatan kemitraan yang menggarap wilayah produksi mereka. Hal ini untuk meminimalisir kebocoran bijih timah ke pihak lain," imbuh Teddy.
"Hasil riset ini pun akan kami laporkan ke instansi terkait, supaya bisa menjadi bahan evaluasi supaya RKAB tidak dengan mudah didapatkan perusahaan," pungkasnya. (***)