Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan Polisi di Pilpres 2024 Jadi Sorotan, LP3ES : Harus Jadi Alarm Bahaya

27 Desember 2023, 23:39 WIB
Ilustrasi Polisi /Jambian.id Pikiran Rakyat /

MataBangka.com--Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (Fisipol UI), Sidratahta Mukhtar, mengungkapkan kekhawatiran terkait potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam kepolisian menjelang Pemilu 2024.

Kekhawatiran tersebut disebabkan oleh sistem sentralistik dalam rantai komando kepolisian.

Sidratahta Mukhtar menyatakan bahwa meskipun Polri tunduk pada hukum konstitusi, sistem komando yang tersentralistik dapat membuka celah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, terutama dalam konteks Pemilu.

"Karena dipimpin oleh Kapolri yang sangat kuat. Di Indonesia ini unik karena polisi menganut sistem komando," katanya dalam diskusi LP3ES di Jakarta pada Selasa (26/12).

Menurutnya, sulitnya pengawasan terhadap kepolisian karena sistem komando yang sangat sentralistik.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa semakin rendah tingkat pengawasan, semakin tinggi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Sementara itu, Titi Anggraini, seorang akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), memberikan peringatan terkait netralitas aparat keamanan, termasuk TNI/Polri, dalam Pemilu 2024.

Ia mengingatkan pengalaman pada Pilkada tahun 2016 di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, di mana aparat polisi terlibat dalam campur tangan yang mengakibatkan pemungutan suara harus diulang.

Saat itu, aparat polisi terbukti melakukan intimidasi kepada Kepala Kampung Fona agar memilih salah satu kandidat.

Para warga pun diancam akan ditembak bila tidak memilih salah satu kandidat.

"Itu Pilkada di beberapa TPS harus diulang karena ada keterlibatan aparat dalam hal ini Polri Brimob dalam proses pemungutan suara," kata Titi.

Titi menyebut bahwa aparat yang tidak netral dapat merusak prinsip pemilu demokratis, yang seharusnya bebas, adil, dan setara.

Bahkan, ia juga menilai aparat yang tidak netral pada akhirnya turut mempengaruhi kinerja pemerintah menjadi tidak efektif karena terus-menerus menghadapi isu legitimasi.

"Merupakan tindakan sewenang-wenang yang melanggengkan/atau bisa membuat terus berlanjutnya kesewenang-wenangan dan penyimpangan di masa datang. Kesewenang-wenangan yang menjadi bibit laten bagi praktik pemilu," katanya.

Selain itu, ia menyoroti potensi konflik horisontal atau benturan antarpendukung yang dapat timbul akibat tindakan sewenang-wenang aparat.

Titi mengajak masyarakat sipil, akademisi, dan kelompok masyarakat untuk memperkuat konsolidasi dalam melaporkan pelanggaran terkait netralitas aparat.

Ketua LP3ES, Abdul Hamid, juga menekankan pentingnya aparat yang netral dalam Pemilu 2024.

Ia mendesak agar seluruh aparat memahami kontribusi mereka dalam menghadirkan pemilu yang lebih baik demi kemajuan Indonesia.

"Kalau mereka tidak berkontribusi dalam menghadirkan pemilu yang lebih baik, maka dia berkontribusi dalam kemunduran Indonesia," kata Abdul Hamid.

Hamid juga mengingatkan bahwa potensi kecurangan dapat memicu konflik dan menyerukan kesadaran publik serta tanggung jawab besar bagi KPU dan aparat untuk menjaga integritas pemilu.

"Ini bahaya. Ini kita harus jadikan alarm bahaya. Kalau menjadi kesadaran publik, KPU dan aparat menjadi tanggung jawab yang besar," ucapnya.

Ancaman 'curang perang' yang disebutkan Hamid menjadi alarm bahaya yang perlu dijadikan perhatian serius agar proses pemilu berjalan adil dan demokratis.***

Sumber Artikel berjudul "Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan di Kepolisian Jelang Pemilu Disorot, Pengawasan Jangan Kendor", selengkapnya dengan link: https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-017521843/potensi-penyalahgunaan-kekuasaan-di-kepolisian-jelang-pemilu-disorot-pengawasan-jangan-kendor

Editor: Mirwanda

Sumber: Pikiranrakyat.com

Tags

Terkini

Terpopuler